Rabu, 24 November 2010

Mengintip peti mati ibuku


sebatang rokok,
dan secangkir kopi sisa semalam.
kuhisap perlahan-lahan,
kuteguk di pagi buta.

di bangku bangsal rumah sakit ini,
diantara lelah yang melekat di keringatku.
penaku masih mencoba goreskan kata di kertas pembungkus nasi,
sekedar menulis surat untuk Tuhan,
sekedar mau menyapa dan berbagi sisa kopi semalam.

dalam cangkir kopi,
kulihat matahari pucat,
sepucat wajah ibuku yang sedang terbaring menikmati infusnya.
sementara hati pucat,
notasi jantung pucat,
luka pucat,
mata pucat,
langkah pucat,
tawa-tawa itu pucat.

diam dalam kebisingan,
menerawang membungkus diri,
menatap hari bersiluet pucat.
tunggu dulu, jam berapa sekarang?
mencoba mengintip di sela jendela kamar bangsal itu,
hanya ingin tahu,
kalau-kalau ibuku terjaga,
dan minta tolong untuk menemani ke kamar mandi.

entah..
sudah berapa kali mengintip melalui sela jendela itu,
seperti melihat ibuku melalui jendela Tuhan.
syukurlah,
Dia masih belum membawa peti mati untuk ibuku,
mungkin lain hari Dia akan datang,
dan aku masih menunggu untuk itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar